Hari dimana aku melakukan bunuh diri, adalah hari pertemuanku dengan
cinta. Tentu saja dia tak dapat melihatku, namun aku sungguh terpesona
akan caranya berjalan, caranya menyentuh orang lain dan caranya meraba
barang-barang di sekitarnya – seolah ia sangat menghargai hidup ini. Ia
memiliki segala hal yang selalu kudambakan.
Jadi kuputuskan untuk menghantui rumahnya. Aku mengamatinya saat tidur.
Namun tentu saja aku tak dapat menyentuh raganya, ia sendiri juga tak
menyadari kehadiranku. Kadang kala kutinggalkan hadiah-hadiah kecil
untuknya, seperti sebatang coklat dan lain lain. Berusaha meyakinkan ia
bahwa ada seseorang yang sangat menyayanginya.
Cintaku padanya
begitu kuat bahkan sesekali ia dapat merasakannya. Kemarin pun ia
memanggil-manggil, berseru apakah ada seseorang di rumahnya. Itu membuat
hatiku tersentuh. Aku tahu kelak nanti saat kematian datang
menjemputnya, kami akan bersatu, dan dia akhirnya dapat memandang
sosokku, menatap lekat mataku yang berkaca-kaca seraya berkata bahwa ia
juga mencintaiku.
Hari ini sungguh berat untukku. Dia pasti sudah
menelpon seseorang. Aku rasa mereka adalah semacam dukun atau cenayang.
Mereka berpakaian serba biru. Dan mereka berusaha memisahkan aku
darinya. Dengan kasar, mereka menyeretku keluar dari rumahnya, rumah
KAMI, dan memasukanku ke sebuah ruangan putih lalu memberondongiku
dengan berbagai macam pertanyaan. Aku yakin bahwa tempat ini adalah alam
akhirat, di mana seharusnya aku berada dan bukannya bergentayangan di
alam orang hidup. Mereka semua berpakaian putih. Mereka terus mencercaku
dengan kebohongan.
Mereka terus berkata bahwa aku belum mati.
Teganya lagi, mereka menuduhku masuk dan tinggal tanpa ijin di rumah
seorang pria buta. Mereka menganggap aku gila. Tapi aku tahu mereka yang
berdusta.
Sekarang aku dalam perjalanan ke dunia manusia, aku
bahkan harus menyakiti seorang malaikat berbaju putih untuk merampas
kuncinya. Aku akan menemui cinta sejatiku, dan akan kubawa dia bersamaku
menuju alam kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar